Rumah adat Lamin merupakan karya arsitektur masyarakat Dayak yang berasal dari Kalimantan Timur. Tidak seperti rumah-rumah pada umumnya, Lamin yang dalam Bahasa Indonesia berarti rumah panjang ini dapat dihuni 25 hingga 30 kepala keluarga.
MELANSIR kemdikbud.go.id, masyarakat Dayak membangun rumah ini di sepanjang tepian sungai. Karena dihuni oleh ratusan orang, bagi mereka rumah Lamin seperti sebuah desa yang seluruh anggota masyarakatnya hidup bersama dalam satu atap.
Rumah adat Lamin juga menyimpan keunikan lainnya. Penasaran? Simak ulasannya berikut ini:
BERBENTUK PANJANG DAN BESAR
Keunikan rumah Lamin yang paling menonjol terletak pada ukurannya yang besar dan panjang. Mengutip buku Jelajah Arsitektur Lamin Suku Dayak Kenyah tulisan Tri Agustin Kusumaningrum (2018: 18), Lamin panjangnya berkisar antara 100–200 meter, dengan lebar 15–25 meter, dan tinggi kurang lebih 3 meter. Dengan ukuran sebesar ini, rumah Lamin bisa menampung 12–30 keluarga.
DIISI BANYAK KELUARGA
Melansir situs Kemdikbud, komunitas yang hidup dalam rumah Lamin biasanya merupakan keluarga dekat. Jika ada keluarga lainnya yang ingin bergabung, maka akan dibuatkan sebuah unit di salah satu ujung bangunan. Jika ada anggota yang ingin melepaskan diri, maka unit tersebut akan dibongkar.
Dalam komunitas yang tinggal dalam rumah Lamin, terdapat seorang kepala adat yang tinggal di tengah-tengah bangunan. Mengutip Tri Agustin Kusumaningrum (2018: 21), hanya ada satu dapur yang digunakan bersama-sama, sehingga aktivitas makan pun dilakukan secara bersama-sama pula.
MENGGUNAKAN BAHAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PEMBUATANNYA
Masih mengutip sumber yang sama, bahan bangunan Lamin sebagian besar menggunakan kayu ulin yang terkenal kuat. Hanya beberapa bagian saja yang memanfaatkan kayu meranti, kapur, dan bengkirai.
Semua bahan bakunya bisa ditemukan di alam. Bahkan dahulu seluruh bangunan mengandalkan tali temali yang dibuat dari tanaman hutan, tidak menggunakan paku sama sekali.
MEMILIKI SENI DEKORATIF YANG PENUH FILOSOFI
Warna khas yang digunakan pada rumah Lamin adalah hitam dan kuning. Masyarakat Dayak mengukir hampir seluruh bagian rumah, mulai dari dinding, pilar, dan kayu pondasi lamin pemung tawai. Salah satu yang banyak dijumpai adalah lukisan, ukiran, dan patung burung enggang.
Burung enggang merupakan burung asli Kalimantan. Masyarakat Dayak meyakininya sebagai hewan yang luhur, suci, dan simbol pemersatu antarsuku Dayak. Selain enggang, ada pula figur udo (wajah manusia), kelunan/uyat (manusia utuh), lenjau (harimau), legunan (naga), aso (anjing), tanjau (tempayan/guci), dan munik (pohon beringin).
Lamin memang tidak hanya dimanfaatkan sebagai tempat tinggal dan untuk menyelenggarakan upacara adat saja. Rumah ini menyimbolkan semangat kebersamaan dan gotong royong. Rumah Lamin juga memiliki filosofi tersendiri yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat Dayak. (*/erm)